Tuesday, December 14, 2010
ICC/KIK di ICQCC Hyderabad, India
Tanggal 10 Okt hingga 15 Okt 2010, saya n ewave the geng telah menyertai ICQCC di Hyderabad India. Alhamdulillah dianugerahkan PERAK. Apa pun, we all dah buat sebaik mungkin untuk meletakkan nama UiTM n Malaysia di peta dunia!!..All the best for group lain jika anda ada peluang..Di India ni, dia orang tak pakai why..so tinggal la 4W+1H..Sedikit pengalaman di Hyderabad ni, dari segi makan..we all makan nasi beriani sahaja....harga sikit lebih kurang macam di M'sia.. on the road, rider tak pakai helmet macam dalam filem tu...budaya mereka suka sangat horn.horn...pada saya horn mereka ini melambangkan supaya driver lain ni berhati-hati..kalau di m'sia tak boleh horn.horn ni...asal orang horn jer nak jeling...tu yang payah...sari of course la menjadi kegilaan wanita...untuk masuk mana-mana pasaraya or hotel memang la kena scan saja...maklumla kan...
Tuesday, November 30, 2010
8 Amazing Libraries
Bibliothek des Rechtswissenschaftlichen Instituts, Zürich :
Biblioteca Parque España, Medellín, Colombia
UCSD Geisel Library , San Diego, California
Seattle Public Library, Seattle, Washington USA
Biblioteca Sandro Penna, Perugia, Italy
TU Delft Library, Netherland
Salt Lake City Public Library, USA
Iwaki, Japan (Library of Picture Books)
Luas Gudang Buku di Perpustakaan Oxford
Luas Gudang Buku di Oxford 1,6 Kali Lapangan Football
Rifa Nadia Nurfuadah - Okezone
Selasa, 12 Oktober 2010 - 08:04 wib
Salah satu sudut gudang baru perpustakaan Oxford (Foto: BBC)
Universitas Oxford sedang menyiapkan gudang penyimpanan untuk menampung kelebihan buku di perpustakannya. Tak tanggung-tanggung, gudang ini sengaja didesain dengan ukuran yang sangat besar.
Di gudang yang memiliki rak buku sepanjang 246 kilometer ini, para pustakawan harus menggunakan forklit untuk mengambil sebuah buku. Perpustakaan ini diharapkan dapat memenuhi ruang penyimpanan buku bagi perpustakaan Bodlein milik Universitas Oxford selama 20 tahun akan datang.
Dalam beberapa tahun terakhir, masalah ruang pada perpustakaan telah menjadi satu masalah. "Kami telah kehabisan tempat untuk menyimpan buku sejak 1970-an. Keadaan ini makin menyusahkan dalam beberapa tahun terakhir," ujar pustakawan Oxford Dr. Sarah Thomas, seperti disitat dari situs BBC, Senin (11/10/2010).
Sarah menambah, sangatlah penting untuk menyimpan semua buku agar generasi mendatang memiliki akses ke atas rakaman ilmu pengetahuan di masa lalu.
Saat ini, perpustakaan Bodlein memiliki salinan dari semua judul buku yang diterbitkan di Inggeris. Setiap hari, ada kira-kira seribu buku baru tiba di perpustakaan tersebut. Gudang baru perpustakaan ini akan mampu menampung enam juta buku dan lebih dari 1,2 juta peta. Kebanyakan buku yang akan disimpan di gudang yang terletak sekira 45 kilometer (28 mil) dari Oxford tersebut. Sementara, buku-buku popular dan koleksi khusus akan tetap disimpan di perpustakaan Bodlein, di kompleks Oxford.
Gudang baru ini memiliki 3.224 lorong dengan 95 ribu tingkat rak. Gudang yang diperluas ini dirancang untuk menampung kira-kira 8.4 juta buku dan peta. Ada 600 laci map yang akan menampung 1.2 juta peta dan benda lainnya yang lebih besar. Jika diukur, luas lantai gudang ini sekira 1.6 kali lapangan bolasepak. Sedangkan, luas jumlah permukaan rak adalah sepuluh kali dari jumlah tersebut.
Para mahasiswa diberi tahu, jika mereka memesan sebuah judul buku pada pukul 10.00 waktu setempat, mereka akan menerima buku tersebut pada pukul 15.00. Selain itu, sejumlah buku akan dipinjam dan dikirimkan kepada para mahasiswa secara elektronik. Kira-kira, ada 200 ribu permintaan buku setiap tahun.
"Gudang penyimpanan ini akan menjadi penyelesaian atas ruang terhad ruang yang selama ini dialami perpustakaan Bodleian," ujar Sarah.
Sementara, Wakil Rektor Universitas Oxford Profesor Andrew Hamilton mengatakan, "Tidak berlebihan jika dikatakan perpustakaan Bodleian dengan koleksi luar biasa yang dimilikinya sangatlah penting."
Monday, November 29, 2010
Perpustakaan Negara Perancis beli memoir Casanova
Dari Berita : Perancis beli memoir Casanova
PARIS 21 Feb. - Perpustakaan Negara Perancis membeli memoir kaki perempuan terkenal kurun ke-18, Giacomo Casanova yang pada mulanya disangka telah musnah ketika Perang Dunia Kedua berakhir.
Memoir Casanova yang mengandungi 3,700 muka surat yang pudar dan kekuningan berjudul Histoire de ma Vie (Kisah Hidupku) itu ditemui terbungkus di dalam berpuluh-puluh kotak yang telah dipindahkan ke kawasan yang selamat beberapa hari sebelum Jerman dibom pada tahun 1945.
"Semasa Perang Dunia Kedua tercetus, Leipzig telah dibom tetapi kotak tersebut ditemui di tingkat bawah tanah sebuah bank di mana ia telah disimpan.
"Semuanya berada dalam keadaan yang baik," kata kurator perpustakaan tersebut, Marie-Laure Prevost kepada TV Reuters.
"Semua orang ketika itu sangat terharu apabila manuskrip itu ditemui. Malah, Churchill turut bertanya sama ada memoir itu terselamat daripada pengeboman tersebut," katanya.
Pihak perpustakaan negara Perancis membayar kira-kira 7 juta euro (RM32.3 juta) untuk memoir tersebut, yang ditulis oleh Casanova semasa bekerja sebagai pustakawan pada tahun 1789.
"Manuskrip Casanova itu merupakan pembelian yang sangat penting yang dibuat oleh pihak perpustakaan... Dan pastinya ia adalah sebuah sejarah hebat dari sudut pandangan warisan dan kebudayaan," kata ketua perpustakaan, Bruno Racine.
Casanova menceritakan kisah asmaranya dalam memoirnya itu, yang diubah secara berturutan sehingga kematiannya pada tahun 1798.
"Ia merupakan antara teks yang diterbitkan di dunia dengan ratusan penerbitan dan... ia seringkali diperbaiki, dipinda dan dipalsukan.
"Jadi, apa yang penting untuk kami ialah untuk mencari yang tulen," kata Racine.
Pembelian itu dibiayai oleh sumbangan peribadi dan pihak perpustakaan berharap pameran manuskrip itu dapat diadakan pada musim luruh 2011.
Casanova atau nama penuhnya, Giacomo Girolamo Casanova de Seingalt lahir pada 2 April 1725 dan meninggal pada 4 Jun 1798 pada usia 73 tahun.
Memoir tulisannya itu disifatkan sumber paling sahih yang menggambarkan mengenai adat resam dan nilai yang diamalkan dalam kehidupan sosial masyarakat Eropah pada kurun ke-18.
Casanova juga sangat terkenal sebagai seorang kaki perempuan, sehinggakan namanya kekal sinonim dengan perlakuan seumpamanya ke hari ini. - Reuters
sumber : Utusan Malaysia 22 Feb 2010
PARIS 21 Feb. - Perpustakaan Negara Perancis membeli memoir kaki perempuan terkenal kurun ke-18, Giacomo Casanova yang pada mulanya disangka telah musnah ketika Perang Dunia Kedua berakhir.
Memoir Casanova yang mengandungi 3,700 muka surat yang pudar dan kekuningan berjudul Histoire de ma Vie (Kisah Hidupku) itu ditemui terbungkus di dalam berpuluh-puluh kotak yang telah dipindahkan ke kawasan yang selamat beberapa hari sebelum Jerman dibom pada tahun 1945.
"Semasa Perang Dunia Kedua tercetus, Leipzig telah dibom tetapi kotak tersebut ditemui di tingkat bawah tanah sebuah bank di mana ia telah disimpan.
"Semuanya berada dalam keadaan yang baik," kata kurator perpustakaan tersebut, Marie-Laure Prevost kepada TV Reuters.
"Semua orang ketika itu sangat terharu apabila manuskrip itu ditemui. Malah, Churchill turut bertanya sama ada memoir itu terselamat daripada pengeboman tersebut," katanya.
Pihak perpustakaan negara Perancis membayar kira-kira 7 juta euro (RM32.3 juta) untuk memoir tersebut, yang ditulis oleh Casanova semasa bekerja sebagai pustakawan pada tahun 1789.
"Manuskrip Casanova itu merupakan pembelian yang sangat penting yang dibuat oleh pihak perpustakaan... Dan pastinya ia adalah sebuah sejarah hebat dari sudut pandangan warisan dan kebudayaan," kata ketua perpustakaan, Bruno Racine.
Casanova menceritakan kisah asmaranya dalam memoirnya itu, yang diubah secara berturutan sehingga kematiannya pada tahun 1798.
"Ia merupakan antara teks yang diterbitkan di dunia dengan ratusan penerbitan dan... ia seringkali diperbaiki, dipinda dan dipalsukan.
"Jadi, apa yang penting untuk kami ialah untuk mencari yang tulen," kata Racine.
Pembelian itu dibiayai oleh sumbangan peribadi dan pihak perpustakaan berharap pameran manuskrip itu dapat diadakan pada musim luruh 2011.
Casanova atau nama penuhnya, Giacomo Girolamo Casanova de Seingalt lahir pada 2 April 1725 dan meninggal pada 4 Jun 1798 pada usia 73 tahun.
Memoir tulisannya itu disifatkan sumber paling sahih yang menggambarkan mengenai adat resam dan nilai yang diamalkan dalam kehidupan sosial masyarakat Eropah pada kurun ke-18.
Casanova juga sangat terkenal sebagai seorang kaki perempuan, sehinggakan namanya kekal sinonim dengan perlakuan seumpamanya ke hari ini. - Reuters
sumber : Utusan Malaysia 22 Feb 2010
Wednesday, November 24, 2010
Inovasi - Seoul International Invention Fair 2008
Tanggal 11 Dis hingga 15 Dis 2008, saya mewakili kump eWAVE telah terpilih mewakili UiTM untuk SIIF 2008 kali ini..sekali lagi alhamdulillah kami telah meletakkan nama UiTM n Malaysia di peta dunia. Hasil doa semua pihak, produk yang dipertandingkan telah meraih EMAS..
Sedikit pengalaman di negara Korea ini, time pegi tu memang sejuk sangat..suhu 1 ke 2 celcius...rakyat mereka sangat kuat dengan kebangsaannya..cth melalui penggunaan bahasa kebangsaaan mereka di setiap barang yang diletakkan di pasaraya..even mangkuk tandas n washing machine pun totally bahasa mereka..so bayangkanlah macam mana kita nak guna barang tu..moralnya adalah gunalah produk tempatan, yang pengeluar produk ni jagalah kualiti barang anda dan servis anda!...dari segi makan agak sukar kerana tiada bahasa inggeris pada ingredient tu...dalam subway, masing-masing buat hal sendiri,kebanyakan tutup telinga dengan walkman mereka...senyap jer macam dalam library...tapi subway tempat mereka memang class sangat in term of service dan sangat mudah untuk digunakan...sekali jer beli macam touch n go tu..then bila habis top up jer...mana-mana lokasi standard rates, tak kisah jauh ke dekat...so sangat praktikal...tak perlu beratur panjang untuk beli tiket...untuk silk korea pula, kami tak jumpa pulak..brooch macam syurga...pening nak pilih...we all g nangdaemon...
Friday, May 28, 2010
Kisah Mu'adz Bin Jabal
Muadz bin JabalTatkala Rasulullah mengambil bai’at dari orang-orang Anshar pada perjanjian Aqabah yang kedua, diantara para utusan yang terdiri atas 70 orang itu terdapat seorang anak muda dengan wajah berseri, pandangan menarik dan gigi putih berkilat serta memikat perhatian dengan sikap dan ketenangannya. Dan jika bicara maka orang yang melihat akan tambah terpesona karenanya . . . .!
Nah, itulah dia Mu’adz bin Jabal r.a . . . . .
Dan kalau begitu, maka ia adalah seorang tokoh dari kalangan anshar yang ikut bai’at pada perjanjian Aqabah kedua, hingga termasuk Ashshabiqul Awwalun, golongan yang pertama masuk Islam. Dan orang yang lebih dulu masuk Islam dengan keimanan serta keyakinannya seperti dimikian, mustahil tidak akan turut bersama Rasulullah dalam setiap perjuangan. Maka demikianlah halnya Mu’adz . . . .
Tetapi kelebihannya yang paling menonjol dan keitstimewaannnya yang utama ialah fiqih atau keahliannya dalam soal hukum. Keahliannya dalam fiqih dan ilmu pengetahuan ini mencapai taraf yang menyebabkannya berhak menerima pujian dari Rasulullah SAW dengan sabdanya : “Ummatku yang paling tahu akan yang halal dan yang haram ialah Mu’adz bin Jabal.”
Dalam kecerdasan otak dan keberaniannya mengemukakan pendapat, Mu’adz hampir sama dengan Umar bin Khattab. Ketika Rasulullah SAW hendak mengirimnya ke Yaman, lebih dulu ditanyainya : “Apa yang menjadi pedomanmu dalam mengadili sesuatu, hai Mu’adz?” Kitabullah”, ujar Mu’adz. “Bagaimana jika kamu tidak jumpai dalam Kitabullah?”, tanya Rasulullah pula. “Saya putus dengan Sunnah Rasul”, ujuar Mu’adz. “Jika tidak kamu temui dalam Sunnah Rasulullah?” “Saya pergunakan fikiranku untuk berijtihad, dan saya takkan berlaku sia-sia”. Maka berseri-serilah wajah Rasulullah, sabdanya: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq kepada utusan Rasulullah sebagai yang diridhai oleh Rasulullah . . . .”
Maka kecintaan Mu’adz terhadap Kitabullah dan Sunnah Rasulullah tidak menutup pintu untuk mengikuti buah fikirannya, dan tidak menjadi penghalang bagi akalnya untuk memahami kebenaran-kebenaran dahsyat yang masih tersembunyi yang menunggu usaha orang yang akan menghadapi dan menyingkapnya.
Dan mungkin kemampuan untuk berijtihad dan keberanian menggunakan otak dan kecerdasan inilah yang menyebabkan Mu’adz berhasil mencapai kekayaan dalam ilmu fiqih, mengatasi teman dan saudara-saudaranya hingga dinyatakan oleh Rasulullah sebagai “orang yang paling tahu tentang yang halal dan yang haram”. Dan cerita-cerita sejarah melukiskan dirinya bagaimana adanya, yakni sebagai otak yang cermat dan jadi penyuluh serta dapat memutuskan persoalan dengan sebaik-baiknya . . . .
Di bawah ini kita muat cerita tentang A’idzullah bin Abdillah yakni ketika pada suatu hari di awal pemerintahan Khalifah Umar, ia masuk mesjid bersama beberapa orang shahabat, katanya:
“Maka duduklah saya pada suatu majlis yang dihadiri oleh tiga puluh orang lebih, masing-masing menyebutkan sebuah hadits yang mereka terima dari Rasulullah SAW. Pada halaqah atau lingkaran itu ada seorang anak muda yang amat tampan . . . . hitam manis warna kulitnya, bersih, manis tutur katanya dan termuda usianya di antara mereka. Jika pada mereka terdapat keraguan tentang suatu hadits, mereka tanyakan kepada anak muda itu yang segera memberikan fatwanya, dan ia tak hendak berbicara kecuali bila diminta . . . . Dantatkala majlis itu berakhir, saya dekati anak muda itu dan saya tanyakan siapa namanya, ujarnya: Saya adalah Mu’adz bin Jabal.”
Shahar bin Hausyab tidak ketinggalan memberikan ulasan, katanya:
“Bila para shahabat berbicara sedang di antara mereka hadir Mu’adz bin Jabal, tentulah mereka akan sama meminta pendapatnya karena kewibawaannya . . . .!”
Dan Amirul Mu’minin Umar r.a. sendiri sering meminta pendapat dan buah fikirannya. Bahkan dalam salah satu peristiwa di mana ia memanfaatkan pendapat dan keahliannya dalam hukum, Umar pernah berkata: “Kalau tidaklah berkat Mu’adz bin Jabal, akan celakalah Umar
!”
Dan ternyata Mu’adz memiliki otak yang terlatih baik dan logika yang menawan serta memuaskan lawan, yang mengalir dengan tenang dan cermat. Dan di mana saja kita jumpai namanya – di celah-celah riwayat dan sejarah, kita dapati ia sebagi yang selalu menjadi pusat lingkaran. Di mana ia duduk selalulah dilingkungi oleh manusia.
Ia seorang pendiam, tak hendak bicara kecuali atas permintaan hadirin. Dan jika mereka berbeda pendapat dalam suatu hal, mereka pulangkan kepada Mu’adz untuk memutuskannya. Maka jika ia telah buaka suara, adalah ia sebagimana dilukiskan oleh salah seorang yang mengenalnya: “
Seolah-olah dari mulutnya keluar cahaya dan mutiara . . . .”
Dan kedudukan yang tinggi di bidang pengetahuan ini serta penghormatan Kaum Muslimin kepadanya, baik selagi Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat, dicapai Mu’adz sewaktu ia masih muda. Ia meninggal dunia di masa pemerintahan Umar, sedang usianya belum 33 tahun . . . .!
Mu’adz adalah seorang yang murah tangan, lapang hati dan tinggi budi. Tidak suatupun yang diminta kepadanya, kecuali akan diberinya secara berlimpah dan dengan hati yang ikhlas. Sungguh kemurahan Mu’adz telah menghabiskan semua hartanya.
Ketika Rasulullah SAW wafat, Mu’adz masih berada di Yaman, yakni semenjak ia dikirim Nabi ke sana untuk membimbing Kaum Muslimin dan mengajari mereka tentang seluk-seluk Agama.
Di masa pemerintahan Abu Bakar, Mu’adz kembali ke Yaman, Umar tahu bahwa Mu’adz telah menjadi seorang yang kaya raya, maka diusulkan Umara kepada khalifah agar kekayaannya itu dibagi dua. Tanpa menunggu jawaban Abu Bakar, Umar segera pergi ke rumah Mu’adz dan mengemukakan masalah tersebut.
Mu’adz adalah seorang yang bersih tangan dan suci hati. Dan seandainya sekarang ia telah menjadi kaya raya, maka kekayaan itu diperolehnya secara halal, tidak pernah diperolehnya secara dosa bahkan juga tak hendak menerima barang yang syubhat. Oleh sebab itu usul Umar ditolaknya dan alasan yang dikemukakannya dipatahkannya dengan alasan pula . . . . Umar berpaling meninggalkannya.
Pagi-pagi keesokan harinya Mu’adz pergi ke rumah Umar. Demi sampai di sana, Umar dirangkul dan dipeluknya, sementara air mata mengalir mendahului perkataannya, seraya berkata:
“Malam tadi saya bermimpi masuk kolam yang penuh dengan air, hingga saya cemas akan tenggelam. Untunglah anda datang, hai Umar dan menyelamatkan saya . . . . !”
Kemudian bersama-sama mereka datang kepad abu Bakar, dan Mu’adz meminta kepada khalifah untuk mengambil seperdua hartanya. “Tidak satupun yang akan saya ambil darimu”, ujar Abu Bakar. “Sekarang harta itu telah halal dan jadi harta yang baik”, kata Umar menghadapkan pembicaraannya kepada Mu’adz.
Andai diketahuinya bahwa Mu’adz memperoleh harta itu dari jalan yang tidak sah, maka tidak satu dirham pun Abu Bakar yang shaleh itu akan menyisakan baginya. Namun Umar tidak pula berbuat salah dengan melemparkan tuduhan atau menaruh dugaan yang bukan-bukan terhadap Mu’adz. Hanya saja masa itu adlah mas gemilang, penuh dengan tokoh-tokoh utama yang berpacu mencapai puncak keutamaan. Di antara mereka ada yang berjalan secara santai, tak ubah bagi burung yang terbang berputar-putar, ada yang berlari cepat, dan ada pula yang berlari lambat, namun semua berada dalam kafilah yang sama menuju kepada kebaikan.
Mu’adz pindah ke Syria, di mana ia tinggal bersama penduduk dan orang yang berkunjung ke sana sebagi guru dan ahli hukum. Dan tatkala Abu Ubaidah – amir atau gubernur militer di sana – serta shahabat karib Mu’adz meninggal dunia, ia diangkat oleh Amirul Mu’minin Umar sebagai penggantinya di Syria. Tetapi hanya beberapa bulan saja ia memegan jabatan itu, ia dipanggil Allah untuk menghadap-Nya dalam keadaan tunduk dan menyerahkan diri.
Umar r.a. berkata:
“Sekiranya saya mengangkat Mu’adz sebagai pengganti, lalu ditanya oleh Allah kenapa saya mengangkatnya, maka akan saya jawab: Saya dengar Nabi-Mu bersabda: Bila ulama menghadap Allah Azza wa Jalla, pastilah Mu’adz akan berada di antara mereka . . . . !”
Mengangkat sebagai pengganti yang dimaksud Umar di sisi ialah penggantinya sebagi khalifah bagi seluruh Kaum Muslimin, bukan kepala sesuatu negeri atau wilayah.
Sebelum menghembuskan nafasnya yang akhir, Umar pernah ditanyai orang: “Bagaimana jika anda tetapkan pengganti anda?” artinya anda pilih sendiri orang yang akan menjadi khalifah itu, lalu kami bai’at dan menyetujuinya . . . .? Maka ujar Umar:
“Seandainya Mu’adz bin Jabal masih hidup, tentu saya angkat ia sebagi khalifah, dan kemudian bila saya menghadap Allah Azza wa Jalla dan ditanya tentang pengangkatannya: Siapa yang kamu angkat menjadi pemimpin bagi ummat manusia, maka akan saya jawab: Saya angkat Mu’adz bin Jabal setelah mendengar Nabi bersabda: Mu’adz bin Jabal adalah pemimpin golongan ulama di hari qiamat.”
Pada suatu hari Rasulullah SAW, bersabda: “Hai Mu’adz! Demi Allah saya sungguh sayang kepadamu. Maka jangan lupa setiap habis shalat mengucapkan: Ya Allah, bantulah daku untuk selalu ingat dan syukur serta beribadat dengan ikhlas kepada-Mu.”
Tepat sekali: “Ya Allah, bantulah daku . . . !”
Rasulullah SAW selalu mendesak manusia untuk memahami makna yang agung ini yang maksudnya ialah bahwa tiada daya maupun upaya, dan tiada bantuan maupun pertolongan kecuali dengan pertolongan dan daya dari Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar . . . .
Mu’adz mengerti dan memahami ajaran tersebut dan telah menerapkannya secara tepat . . . . Pada suatu pagi Rasulullah bertemu dengan Mu’adz, maka tanyanya:
· Bagaimana keadaanmu di pagi hari ini, hai Mu’adz?
· Di pagi hari ini aku benar-benar telah beriman, ya Rasulullah, ujar Mu’adz
· Setiap kebenaran ada hakikatnya, ujar Nabi pula, maka apakah hakikat keimananmu?
· Ujar Mu’adz: Setiap berada di pagi hari, aku menyangka tidak akan menemui lagi waktu sore. Dan setiap berada di waktu sore, aku menyangka tidak akan mencapai lagi waktu pagi . . . . Dan tiada satu langkah pn yang kulangkahkan, kecuali aku menyangka tiada akan diiringi dengan langkah lainnya . . . . Dan seolah-olah kesaksian setiap ummat jatuh berlutut, dipanggil melihat buku catatannya . . . . Dan seolah-olah kusaksikan penduduk surga menikmati kesenangan surga . . . . Sedang penduduk neraka menderita siksa dalam neraka. Maka sabda Rasulullah SAW : Memang, kamu mengetahuinya, maka pegang teguhlah jangan dilepaskan . . . . !
Benar dan tidak salah . . . . Mu’adz telah menyerahkan seluruh jiwa raga dan nasibnya kepada Allah, hingga tidak suatu pun yang tampak olehnya hanyalah Dia . . . ! Tepat sekali gambaran yang diberikan Ibnu Mas’ud tentang kepribadiannya. katanya:
“Mu’adz adalah seorang hamba yang tunduk kepada Allah dan berpegang teguh kepada Agama-Nya. Dan kami menganggap Mu’adz serupa dengan Nabi Ibrahim a.s . . . .”
Mu’adz senantiasa menyeru manusia untuk mencapai ilmu dan berdzikir kepada Allah . . . . Diserunya mereka untuk mencari ilmu yang benar lagi bermanfaat, dan katanya:
“Waspadalah akan tergelincirnya orang yang berilmu! Dan kenalilah kebenaran itu dengan kebenaran pula, karena kebenaran itu mempunyai cahaya . . . .!”
Menurut Mu’adz, ibadat itu hendaklah dilakukan dengan cermat dan jangan berlebihan.
Pada suatu hari salah seorang Muslim meminta kepadanya agar diberi pelajaran.
- Apakah anda sedia mematuhinya bila saya ajarkan? tanya Mu’adz
- Sungguh, saya amat berharap akan mentaati anda! ujar orang itu. Maka kata Mu’adz kepadanya: “Shaum dan berbukalah . . . .!”
- Lakukanlah shalat dan tidurlah . . . .!!!
- Berusahalah mencari nafkah dan janganlah berbuat dosa . . . .
- Dan janganlah kamu mati kecuali dalam beragama Islam . . . .
- Serta jauhilah do’a dari orang yang teraniaya . . . .
Menurut Mu’adz, ilmu itu ialah mengenal dan beramal, katanya: “Pelajarilah segala ilmu yang kalian sukai, tetapi Allah tidak akan memberi kalian mafaat dengan ilmu itu sebelum kalian mengamalkannya lebih dulu . . . .!”
Baginya iman dan dzikir kepada Allah ialah selalu siap siaga demi kebesaran-Nya dan pengawasan yang tak putus-putus terhadap kegiatan jiwa. Berkata Al-Aswad bin Hilal:
“Kami berjalan bersama Mu’adz, maka katanya kepada kami; Marilah kita duduk sebentar meresapi iman . . . .!”
Mungkin sikap dan pendiriannya itu terdorang oleh sikap jiwa dan fikiran yang tiada mau diam dan bergejolak sesuai dengan pendiriannya yang pernah ia kemukakan kepada Rasulullah, bahwa tiada satu langkah pun yang dilangkahkannya kecuali timbul sangkaan bahwa ia tidak akan mengikutinya lagi dengan langkah berikutnya. Hal itu ialah karena tenggelamnya dalam mengingat-ingat Allah dan kesibukannya dalam menganalisa dan mengoreksi dirinya . . . .
Sekarang tibalah ajalnya, Mu’adz dipanggil menghadap Allah . . . Dan dalam sakarat maut, muncullah dari bawah sadarnya hakikat segala yang bernyawa ini, dan seandainya ia dapat berbicara akan mengalirlah dari lisannya kata-kata yang dapat menyimpulkan urusan dan kehidupannya . . . .
Dan pada saat-saat itu Mu’adz pun mengucapkan perkataan yang menyingkapkan dirinya sebagai seorang Mu’min besar. Sambil matanya menatap ke arah langit, Mu’adz munajat kepada Allah yang Maha Prngasih, katanya:
“Ya Allah, sesungguhnya selama ini aku takut kepada-Mu, tetapi hari ini aku mengharapkan-Mu . . . .
Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa aku tidaklah mencintai dunia demi untuk mengalirkan air sungai atau menanam kayu-kayuan . . . . tetapi hanyalah untuk menutup haus dikala panas, dan menghadapi saat-saat yang gawat, serta untuk menambah ilmu pengetahuan, keimanan dan ketaatan . . . .”.
Lalu diulurkanlah tangannya seolah-olah hendak bersalaman dengan maut, dan dalam keberangkatannya ke alam ghaib masih sempat ia mengatakan:
“Selamat datang wahai maut . . . .Kekasih tiba di saat diperlukan . . . .”
Dan nyawa Mu’adz pun melayanglah menghadap Allah . . . .Kita semua kepunyaan Allah . . .Dan kepada-Nya kita kembali . . . .
Nah, itulah dia Mu’adz bin Jabal r.a . . . . .
Dan kalau begitu, maka ia adalah seorang tokoh dari kalangan anshar yang ikut bai’at pada perjanjian Aqabah kedua, hingga termasuk Ashshabiqul Awwalun, golongan yang pertama masuk Islam. Dan orang yang lebih dulu masuk Islam dengan keimanan serta keyakinannya seperti dimikian, mustahil tidak akan turut bersama Rasulullah dalam setiap perjuangan. Maka demikianlah halnya Mu’adz . . . .
Tetapi kelebihannya yang paling menonjol dan keitstimewaannnya yang utama ialah fiqih atau keahliannya dalam soal hukum. Keahliannya dalam fiqih dan ilmu pengetahuan ini mencapai taraf yang menyebabkannya berhak menerima pujian dari Rasulullah SAW dengan sabdanya : “Ummatku yang paling tahu akan yang halal dan yang haram ialah Mu’adz bin Jabal.”
Dalam kecerdasan otak dan keberaniannya mengemukakan pendapat, Mu’adz hampir sama dengan Umar bin Khattab. Ketika Rasulullah SAW hendak mengirimnya ke Yaman, lebih dulu ditanyainya : “Apa yang menjadi pedomanmu dalam mengadili sesuatu, hai Mu’adz?” Kitabullah”, ujar Mu’adz. “Bagaimana jika kamu tidak jumpai dalam Kitabullah?”, tanya Rasulullah pula. “Saya putus dengan Sunnah Rasul”, ujuar Mu’adz. “Jika tidak kamu temui dalam Sunnah Rasulullah?” “Saya pergunakan fikiranku untuk berijtihad, dan saya takkan berlaku sia-sia”. Maka berseri-serilah wajah Rasulullah, sabdanya: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq kepada utusan Rasulullah sebagai yang diridhai oleh Rasulullah . . . .”
Maka kecintaan Mu’adz terhadap Kitabullah dan Sunnah Rasulullah tidak menutup pintu untuk mengikuti buah fikirannya, dan tidak menjadi penghalang bagi akalnya untuk memahami kebenaran-kebenaran dahsyat yang masih tersembunyi yang menunggu usaha orang yang akan menghadapi dan menyingkapnya.
Dan mungkin kemampuan untuk berijtihad dan keberanian menggunakan otak dan kecerdasan inilah yang menyebabkan Mu’adz berhasil mencapai kekayaan dalam ilmu fiqih, mengatasi teman dan saudara-saudaranya hingga dinyatakan oleh Rasulullah sebagai “orang yang paling tahu tentang yang halal dan yang haram”. Dan cerita-cerita sejarah melukiskan dirinya bagaimana adanya, yakni sebagai otak yang cermat dan jadi penyuluh serta dapat memutuskan persoalan dengan sebaik-baiknya . . . .
Di bawah ini kita muat cerita tentang A’idzullah bin Abdillah yakni ketika pada suatu hari di awal pemerintahan Khalifah Umar, ia masuk mesjid bersama beberapa orang shahabat, katanya:
“Maka duduklah saya pada suatu majlis yang dihadiri oleh tiga puluh orang lebih, masing-masing menyebutkan sebuah hadits yang mereka terima dari Rasulullah SAW. Pada halaqah atau lingkaran itu ada seorang anak muda yang amat tampan . . . . hitam manis warna kulitnya, bersih, manis tutur katanya dan termuda usianya di antara mereka. Jika pada mereka terdapat keraguan tentang suatu hadits, mereka tanyakan kepada anak muda itu yang segera memberikan fatwanya, dan ia tak hendak berbicara kecuali bila diminta . . . . Dantatkala majlis itu berakhir, saya dekati anak muda itu dan saya tanyakan siapa namanya, ujarnya: Saya adalah Mu’adz bin Jabal.”
Shahar bin Hausyab tidak ketinggalan memberikan ulasan, katanya:
“Bila para shahabat berbicara sedang di antara mereka hadir Mu’adz bin Jabal, tentulah mereka akan sama meminta pendapatnya karena kewibawaannya . . . .!”
Dan Amirul Mu’minin Umar r.a. sendiri sering meminta pendapat dan buah fikirannya. Bahkan dalam salah satu peristiwa di mana ia memanfaatkan pendapat dan keahliannya dalam hukum, Umar pernah berkata: “Kalau tidaklah berkat Mu’adz bin Jabal, akan celakalah Umar
!”
Dan ternyata Mu’adz memiliki otak yang terlatih baik dan logika yang menawan serta memuaskan lawan, yang mengalir dengan tenang dan cermat. Dan di mana saja kita jumpai namanya – di celah-celah riwayat dan sejarah, kita dapati ia sebagi yang selalu menjadi pusat lingkaran. Di mana ia duduk selalulah dilingkungi oleh manusia.
Ia seorang pendiam, tak hendak bicara kecuali atas permintaan hadirin. Dan jika mereka berbeda pendapat dalam suatu hal, mereka pulangkan kepada Mu’adz untuk memutuskannya. Maka jika ia telah buaka suara, adalah ia sebagimana dilukiskan oleh salah seorang yang mengenalnya: “
Seolah-olah dari mulutnya keluar cahaya dan mutiara . . . .”
Dan kedudukan yang tinggi di bidang pengetahuan ini serta penghormatan Kaum Muslimin kepadanya, baik selagi Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat, dicapai Mu’adz sewaktu ia masih muda. Ia meninggal dunia di masa pemerintahan Umar, sedang usianya belum 33 tahun . . . .!
Mu’adz adalah seorang yang murah tangan, lapang hati dan tinggi budi. Tidak suatupun yang diminta kepadanya, kecuali akan diberinya secara berlimpah dan dengan hati yang ikhlas. Sungguh kemurahan Mu’adz telah menghabiskan semua hartanya.
Ketika Rasulullah SAW wafat, Mu’adz masih berada di Yaman, yakni semenjak ia dikirim Nabi ke sana untuk membimbing Kaum Muslimin dan mengajari mereka tentang seluk-seluk Agama.
Di masa pemerintahan Abu Bakar, Mu’adz kembali ke Yaman, Umar tahu bahwa Mu’adz telah menjadi seorang yang kaya raya, maka diusulkan Umara kepada khalifah agar kekayaannya itu dibagi dua. Tanpa menunggu jawaban Abu Bakar, Umar segera pergi ke rumah Mu’adz dan mengemukakan masalah tersebut.
Mu’adz adalah seorang yang bersih tangan dan suci hati. Dan seandainya sekarang ia telah menjadi kaya raya, maka kekayaan itu diperolehnya secara halal, tidak pernah diperolehnya secara dosa bahkan juga tak hendak menerima barang yang syubhat. Oleh sebab itu usul Umar ditolaknya dan alasan yang dikemukakannya dipatahkannya dengan alasan pula . . . . Umar berpaling meninggalkannya.
Pagi-pagi keesokan harinya Mu’adz pergi ke rumah Umar. Demi sampai di sana, Umar dirangkul dan dipeluknya, sementara air mata mengalir mendahului perkataannya, seraya berkata:
“Malam tadi saya bermimpi masuk kolam yang penuh dengan air, hingga saya cemas akan tenggelam. Untunglah anda datang, hai Umar dan menyelamatkan saya . . . . !”
Kemudian bersama-sama mereka datang kepad abu Bakar, dan Mu’adz meminta kepada khalifah untuk mengambil seperdua hartanya. “Tidak satupun yang akan saya ambil darimu”, ujar Abu Bakar. “Sekarang harta itu telah halal dan jadi harta yang baik”, kata Umar menghadapkan pembicaraannya kepada Mu’adz.
Andai diketahuinya bahwa Mu’adz memperoleh harta itu dari jalan yang tidak sah, maka tidak satu dirham pun Abu Bakar yang shaleh itu akan menyisakan baginya. Namun Umar tidak pula berbuat salah dengan melemparkan tuduhan atau menaruh dugaan yang bukan-bukan terhadap Mu’adz. Hanya saja masa itu adlah mas gemilang, penuh dengan tokoh-tokoh utama yang berpacu mencapai puncak keutamaan. Di antara mereka ada yang berjalan secara santai, tak ubah bagi burung yang terbang berputar-putar, ada yang berlari cepat, dan ada pula yang berlari lambat, namun semua berada dalam kafilah yang sama menuju kepada kebaikan.
Mu’adz pindah ke Syria, di mana ia tinggal bersama penduduk dan orang yang berkunjung ke sana sebagi guru dan ahli hukum. Dan tatkala Abu Ubaidah – amir atau gubernur militer di sana – serta shahabat karib Mu’adz meninggal dunia, ia diangkat oleh Amirul Mu’minin Umar sebagai penggantinya di Syria. Tetapi hanya beberapa bulan saja ia memegan jabatan itu, ia dipanggil Allah untuk menghadap-Nya dalam keadaan tunduk dan menyerahkan diri.
Umar r.a. berkata:
“Sekiranya saya mengangkat Mu’adz sebagai pengganti, lalu ditanya oleh Allah kenapa saya mengangkatnya, maka akan saya jawab: Saya dengar Nabi-Mu bersabda: Bila ulama menghadap Allah Azza wa Jalla, pastilah Mu’adz akan berada di antara mereka . . . . !”
Mengangkat sebagai pengganti yang dimaksud Umar di sisi ialah penggantinya sebagi khalifah bagi seluruh Kaum Muslimin, bukan kepala sesuatu negeri atau wilayah.
Sebelum menghembuskan nafasnya yang akhir, Umar pernah ditanyai orang: “Bagaimana jika anda tetapkan pengganti anda?” artinya anda pilih sendiri orang yang akan menjadi khalifah itu, lalu kami bai’at dan menyetujuinya . . . .? Maka ujar Umar:
“Seandainya Mu’adz bin Jabal masih hidup, tentu saya angkat ia sebagi khalifah, dan kemudian bila saya menghadap Allah Azza wa Jalla dan ditanya tentang pengangkatannya: Siapa yang kamu angkat menjadi pemimpin bagi ummat manusia, maka akan saya jawab: Saya angkat Mu’adz bin Jabal setelah mendengar Nabi bersabda: Mu’adz bin Jabal adalah pemimpin golongan ulama di hari qiamat.”
Pada suatu hari Rasulullah SAW, bersabda: “Hai Mu’adz! Demi Allah saya sungguh sayang kepadamu. Maka jangan lupa setiap habis shalat mengucapkan: Ya Allah, bantulah daku untuk selalu ingat dan syukur serta beribadat dengan ikhlas kepada-Mu.”
Tepat sekali: “Ya Allah, bantulah daku . . . !”
Rasulullah SAW selalu mendesak manusia untuk memahami makna yang agung ini yang maksudnya ialah bahwa tiada daya maupun upaya, dan tiada bantuan maupun pertolongan kecuali dengan pertolongan dan daya dari Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar . . . .
Mu’adz mengerti dan memahami ajaran tersebut dan telah menerapkannya secara tepat . . . . Pada suatu pagi Rasulullah bertemu dengan Mu’adz, maka tanyanya:
· Bagaimana keadaanmu di pagi hari ini, hai Mu’adz?
· Di pagi hari ini aku benar-benar telah beriman, ya Rasulullah, ujar Mu’adz
· Setiap kebenaran ada hakikatnya, ujar Nabi pula, maka apakah hakikat keimananmu?
· Ujar Mu’adz: Setiap berada di pagi hari, aku menyangka tidak akan menemui lagi waktu sore. Dan setiap berada di waktu sore, aku menyangka tidak akan mencapai lagi waktu pagi . . . . Dan tiada satu langkah pn yang kulangkahkan, kecuali aku menyangka tiada akan diiringi dengan langkah lainnya . . . . Dan seolah-olah kesaksian setiap ummat jatuh berlutut, dipanggil melihat buku catatannya . . . . Dan seolah-olah kusaksikan penduduk surga menikmati kesenangan surga . . . . Sedang penduduk neraka menderita siksa dalam neraka. Maka sabda Rasulullah SAW : Memang, kamu mengetahuinya, maka pegang teguhlah jangan dilepaskan . . . . !
Benar dan tidak salah . . . . Mu’adz telah menyerahkan seluruh jiwa raga dan nasibnya kepada Allah, hingga tidak suatu pun yang tampak olehnya hanyalah Dia . . . ! Tepat sekali gambaran yang diberikan Ibnu Mas’ud tentang kepribadiannya. katanya:
“Mu’adz adalah seorang hamba yang tunduk kepada Allah dan berpegang teguh kepada Agama-Nya. Dan kami menganggap Mu’adz serupa dengan Nabi Ibrahim a.s . . . .”
Mu’adz senantiasa menyeru manusia untuk mencapai ilmu dan berdzikir kepada Allah . . . . Diserunya mereka untuk mencari ilmu yang benar lagi bermanfaat, dan katanya:
“Waspadalah akan tergelincirnya orang yang berilmu! Dan kenalilah kebenaran itu dengan kebenaran pula, karena kebenaran itu mempunyai cahaya . . . .!”
Menurut Mu’adz, ibadat itu hendaklah dilakukan dengan cermat dan jangan berlebihan.
Pada suatu hari salah seorang Muslim meminta kepadanya agar diberi pelajaran.
- Apakah anda sedia mematuhinya bila saya ajarkan? tanya Mu’adz
- Sungguh, saya amat berharap akan mentaati anda! ujar orang itu. Maka kata Mu’adz kepadanya: “Shaum dan berbukalah . . . .!”
- Lakukanlah shalat dan tidurlah . . . .!!!
- Berusahalah mencari nafkah dan janganlah berbuat dosa . . . .
- Dan janganlah kamu mati kecuali dalam beragama Islam . . . .
- Serta jauhilah do’a dari orang yang teraniaya . . . .
Menurut Mu’adz, ilmu itu ialah mengenal dan beramal, katanya: “Pelajarilah segala ilmu yang kalian sukai, tetapi Allah tidak akan memberi kalian mafaat dengan ilmu itu sebelum kalian mengamalkannya lebih dulu . . . .!”
Baginya iman dan dzikir kepada Allah ialah selalu siap siaga demi kebesaran-Nya dan pengawasan yang tak putus-putus terhadap kegiatan jiwa. Berkata Al-Aswad bin Hilal:
“Kami berjalan bersama Mu’adz, maka katanya kepada kami; Marilah kita duduk sebentar meresapi iman . . . .!”
Mungkin sikap dan pendiriannya itu terdorang oleh sikap jiwa dan fikiran yang tiada mau diam dan bergejolak sesuai dengan pendiriannya yang pernah ia kemukakan kepada Rasulullah, bahwa tiada satu langkah pun yang dilangkahkannya kecuali timbul sangkaan bahwa ia tidak akan mengikutinya lagi dengan langkah berikutnya. Hal itu ialah karena tenggelamnya dalam mengingat-ingat Allah dan kesibukannya dalam menganalisa dan mengoreksi dirinya . . . .
Sekarang tibalah ajalnya, Mu’adz dipanggil menghadap Allah . . . Dan dalam sakarat maut, muncullah dari bawah sadarnya hakikat segala yang bernyawa ini, dan seandainya ia dapat berbicara akan mengalirlah dari lisannya kata-kata yang dapat menyimpulkan urusan dan kehidupannya . . . .
Dan pada saat-saat itu Mu’adz pun mengucapkan perkataan yang menyingkapkan dirinya sebagai seorang Mu’min besar. Sambil matanya menatap ke arah langit, Mu’adz munajat kepada Allah yang Maha Prngasih, katanya:
“Ya Allah, sesungguhnya selama ini aku takut kepada-Mu, tetapi hari ini aku mengharapkan-Mu . . . .
Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa aku tidaklah mencintai dunia demi untuk mengalirkan air sungai atau menanam kayu-kayuan . . . . tetapi hanyalah untuk menutup haus dikala panas, dan menghadapi saat-saat yang gawat, serta untuk menambah ilmu pengetahuan, keimanan dan ketaatan . . . .”.
Lalu diulurkanlah tangannya seolah-olah hendak bersalaman dengan maut, dan dalam keberangkatannya ke alam ghaib masih sempat ia mengatakan:
“Selamat datang wahai maut . . . .Kekasih tiba di saat diperlukan . . . .”
Dan nyawa Mu’adz pun melayanglah menghadap Allah . . . .Kita semua kepunyaan Allah . . .Dan kepada-Nya kita kembali . . . .
Kisah Mashitah - Penyisir Rambut Puteri Firaun
Meneliti kisah Firaun yang memerintah Mesir pada zaman Nabi Musa AS diutus menjadi Rasul tidak akan melepaskan diri kita daripada membicarakan mengenai seorang wanita yang mempunyai keimanan, kesabaran dan kerelaan terhadap segala ketentuan Allah yang tidak ada tolok bandingnya di dunia ini. Wanita itu dikenali sebagai Mashitah.
Mashitah bekerja sebagai pelayan raja dan tugasnya yang khusus ialah sebagai tukang sikat keluarga Firaun. Beliau menyahut seruan Islam yang dibawa Nabi Musa AS tetapi keislamannya disembunyikan agar hidupnya tidak diganggu.
Umum mengetahui Firaun - raja Mesir ketika itu mengaku dirinya tuhan dan memaksa rakyat menyembah dan memperhambakan diri kepadanya. Sesiapa yang ingkar suruhan dan perintahnya akan disiksa atau dibunuh.
Dengan takdir Allah SWT, rahsia Mashitah yang selama ini menyembunyikan keislamannya terbongkar. Hal ini terjadi pada suatu hari ketika Mashitah menyikat rambut salah seorang daripada puteri Firaun. Tiba-tiba sikat itu terjatuh dan dengan tidak sengaja beliau menyebut nama Allah.
Perkataan Allah yang terkeluar dari mulut Mashitah itu didengar puteri Firaun. Lantas ia bertanya apakah maksud perkataan tersebut. Pada mulanya Mashitah teragak-agak dan enggan menjawab pertanyaan itu. Tetapi selepas berkali-kali didesak puteri Firaun itu, beliau menyatakan dengan tenang: “Allah adalah Tuhanku dan Tuhan sekalian alam.”
Alangkah terkejutnya puteri Firaun dengan penjelasan Mashitah itu. Tidak disangkanya ada lagi Tuhan selain daripada Firaun. Ini mendorongnya untuk menceritakan apa yang terjadi kepada Firaun.
Mashitah dipanggil dan penyiasatan dijalankan. Selepas jelas kepada Firaun bahawa Mashitah memeluk agama Islam yang dibawa Nabi Musa dan tidak mengaku Firaun sebagai Tuhan, maka dengan kekuasaan yang ada padanya, Firaun menghukum Mashitah dan keluarganya yang memeluk Islam.
Sesungguhnya sumbangan dan jasa Mashitah kepada Firaun amat besar. Selain menjadi tukang sikat kepada puteri-puteri Firaun, Mashitah juga mengasuh dan mengurus istananya (Firaun). Tetapi jasa Mashitah tidak dikenang Firaun.
Hukuman bunuh yang dikenakan ke atas Mashitah dan keluarganya itu dianggap sebagai satu ujian dan dugaan daripada Allah. Tuhan hendak menguji sejauh mana ketabahan iman Mashitah. Kesediaannya menghadapi dugaan jelas terbukti kerana Mashitah, walaupun memiliki fizikal yang lemah, beliau mempunyai kekuatan jiwa yang tidak dapat ditandingi wanita lain.
Mashitah dengan lapang dada menerima apa saja yang dilakukan manusia kufur, sombong, bongkak dan tiada berhati perut. Sudah menjadi lumrah alam, manusia yang lemah akan terus ditindas dan diseksa jiwa dan hatinya.
Hukuman yang akan dikenakan ke atas Mashitah dan keluarganya ialah mereka akan direbus hidup-hidup. Hamman, menteri yang dipertanggungjawabkan oleh Firaun untuk melaksanakan tugas itu mengarahkan pegawainya menyediakan sebuah kawah besar. Air dimasak sehingga mendidih.
Selepas persiapan disediakan, Mashitah dan keluarganya dipanggil untuk mengetahui sikap dan pendiriannya. Mashitah dan keluarganya diberi kata dua oleh Hamman - menyembah Firaun kembali atau dihumban ke dalam kawah jika terus beriman kepada Allah.
Secara tegas dan tenang Mashitah menyatakan pendirian dan keimanannya. Mereka akan terus beriman kepada Allah.
Mendengar jawapan tegas darpada Mashitah itu, Hamman memaksa Mashitah dan keluarganya terjun ke kawah yang airnya menggelegak panas itu.
Orang pertama yang dicampak ke dalam kawah ialah suami Mashitah, diikuti tiga anaknya. Anaknya yang keempat yang masih bayi itu dibiarkan berada dalam kendongan Mashitah. Alangkah sedih, hiba dan sayunya hati Mashitah melihat suami dan anak-anak terkapai-kapai di dalam air yang menggelegak itu.
Melihat keadaan Mashitah dan anaknya yang masih merah itu, syaitan mengambil kesempatan menggodanya. Dibisiknya ke telinga Mashitah rasa kasihan dan simpati terhadap anak-anaknya yang tidak tahu apa-apa itu. Ini menyebabkan hati Mashitah serba salah - sama ada hendak terjun atau tidak ke dalam kawah bersama-sama anaknya itu.
Tetapi kudrat Allah mengatasi segala-galanya. Dengan spontan Allah menjadikan anak Mashitah yang kecil itu kebolehan untuk berkata-kata. Didorongnya ibunya, Mashitah supaya segera terjun ke kawah. Antara lain kata-kata anaknya: “Wahai ibu! Marilah kita menyusul ayah. Sesungguhnya syurga menanti kita.”
Mendengar kata-kata anaknya itu, Mashitah dengan penuh rasa kehambaan lantas terjun ke dalam kawah yang sedang menggelegak airnya. Pengawal mengacau kawah dengan sudip besi seperti mereka merebus ikan. Matilah Mashitah bersama-sama suami dan anak-anaknya demi untuk mempertahankan keimanan dan akidah mereka yang suci.
Tetapi Allah Maha Adil dan Maha Bijaksana. Sebarang kezaliman dan kekejaman tidak dibiarkan berlaku begitu sahaja. Allah telah meruntuhkan kerajaan dan istana Firaun di mana Hamman dan pegawai-pegawai yang membunuh Mashitah dan keluarganya mati terperangkap dalam runtuhan istana tersebut. Takhta dan harta benda semuanya tenggelam dan hilang.
Hamman dan pegawainya diberi balasan setimpal dengan apa yang mereka kerjakan. Manusia yang ingkar memang wajar dimatikan dalam keadaan hina. Dan di akhirat kelak kehinaan yang lebih hebat akan mereka terima dan rasai.
Sebaliknya Mashitah dan keluarganya akan dimuliakan Allah. Walaupun mereka hidup susah, hina dan menderita di dunia, di akhirat kelak mereka akan hidup dalam keadaan bahagia dan gembira.
Ketika berlaku peristiwa Israk dan Mikraj, Rasulullah telah melalui satu makam yang baunya harum bak kasturi. Malaikat Jibrail yang mengiringi Rasulullah telah memberitahu baginda itulah makam Mashitah, seorang penghuni syurga.
Mashitah bekerja sebagai pelayan raja dan tugasnya yang khusus ialah sebagai tukang sikat keluarga Firaun. Beliau menyahut seruan Islam yang dibawa Nabi Musa AS tetapi keislamannya disembunyikan agar hidupnya tidak diganggu.
Umum mengetahui Firaun - raja Mesir ketika itu mengaku dirinya tuhan dan memaksa rakyat menyembah dan memperhambakan diri kepadanya. Sesiapa yang ingkar suruhan dan perintahnya akan disiksa atau dibunuh.
Dengan takdir Allah SWT, rahsia Mashitah yang selama ini menyembunyikan keislamannya terbongkar. Hal ini terjadi pada suatu hari ketika Mashitah menyikat rambut salah seorang daripada puteri Firaun. Tiba-tiba sikat itu terjatuh dan dengan tidak sengaja beliau menyebut nama Allah.
Perkataan Allah yang terkeluar dari mulut Mashitah itu didengar puteri Firaun. Lantas ia bertanya apakah maksud perkataan tersebut. Pada mulanya Mashitah teragak-agak dan enggan menjawab pertanyaan itu. Tetapi selepas berkali-kali didesak puteri Firaun itu, beliau menyatakan dengan tenang: “Allah adalah Tuhanku dan Tuhan sekalian alam.”
Alangkah terkejutnya puteri Firaun dengan penjelasan Mashitah itu. Tidak disangkanya ada lagi Tuhan selain daripada Firaun. Ini mendorongnya untuk menceritakan apa yang terjadi kepada Firaun.
Mashitah dipanggil dan penyiasatan dijalankan. Selepas jelas kepada Firaun bahawa Mashitah memeluk agama Islam yang dibawa Nabi Musa dan tidak mengaku Firaun sebagai Tuhan, maka dengan kekuasaan yang ada padanya, Firaun menghukum Mashitah dan keluarganya yang memeluk Islam.
Sesungguhnya sumbangan dan jasa Mashitah kepada Firaun amat besar. Selain menjadi tukang sikat kepada puteri-puteri Firaun, Mashitah juga mengasuh dan mengurus istananya (Firaun). Tetapi jasa Mashitah tidak dikenang Firaun.
Hukuman bunuh yang dikenakan ke atas Mashitah dan keluarganya itu dianggap sebagai satu ujian dan dugaan daripada Allah. Tuhan hendak menguji sejauh mana ketabahan iman Mashitah. Kesediaannya menghadapi dugaan jelas terbukti kerana Mashitah, walaupun memiliki fizikal yang lemah, beliau mempunyai kekuatan jiwa yang tidak dapat ditandingi wanita lain.
Mashitah dengan lapang dada menerima apa saja yang dilakukan manusia kufur, sombong, bongkak dan tiada berhati perut. Sudah menjadi lumrah alam, manusia yang lemah akan terus ditindas dan diseksa jiwa dan hatinya.
Hukuman yang akan dikenakan ke atas Mashitah dan keluarganya ialah mereka akan direbus hidup-hidup. Hamman, menteri yang dipertanggungjawabkan oleh Firaun untuk melaksanakan tugas itu mengarahkan pegawainya menyediakan sebuah kawah besar. Air dimasak sehingga mendidih.
Selepas persiapan disediakan, Mashitah dan keluarganya dipanggil untuk mengetahui sikap dan pendiriannya. Mashitah dan keluarganya diberi kata dua oleh Hamman - menyembah Firaun kembali atau dihumban ke dalam kawah jika terus beriman kepada Allah.
Secara tegas dan tenang Mashitah menyatakan pendirian dan keimanannya. Mereka akan terus beriman kepada Allah.
Mendengar jawapan tegas darpada Mashitah itu, Hamman memaksa Mashitah dan keluarganya terjun ke kawah yang airnya menggelegak panas itu.
Orang pertama yang dicampak ke dalam kawah ialah suami Mashitah, diikuti tiga anaknya. Anaknya yang keempat yang masih bayi itu dibiarkan berada dalam kendongan Mashitah. Alangkah sedih, hiba dan sayunya hati Mashitah melihat suami dan anak-anak terkapai-kapai di dalam air yang menggelegak itu.
Melihat keadaan Mashitah dan anaknya yang masih merah itu, syaitan mengambil kesempatan menggodanya. Dibisiknya ke telinga Mashitah rasa kasihan dan simpati terhadap anak-anaknya yang tidak tahu apa-apa itu. Ini menyebabkan hati Mashitah serba salah - sama ada hendak terjun atau tidak ke dalam kawah bersama-sama anaknya itu.
Tetapi kudrat Allah mengatasi segala-galanya. Dengan spontan Allah menjadikan anak Mashitah yang kecil itu kebolehan untuk berkata-kata. Didorongnya ibunya, Mashitah supaya segera terjun ke kawah. Antara lain kata-kata anaknya: “Wahai ibu! Marilah kita menyusul ayah. Sesungguhnya syurga menanti kita.”
Mendengar kata-kata anaknya itu, Mashitah dengan penuh rasa kehambaan lantas terjun ke dalam kawah yang sedang menggelegak airnya. Pengawal mengacau kawah dengan sudip besi seperti mereka merebus ikan. Matilah Mashitah bersama-sama suami dan anak-anaknya demi untuk mempertahankan keimanan dan akidah mereka yang suci.
Tetapi Allah Maha Adil dan Maha Bijaksana. Sebarang kezaliman dan kekejaman tidak dibiarkan berlaku begitu sahaja. Allah telah meruntuhkan kerajaan dan istana Firaun di mana Hamman dan pegawai-pegawai yang membunuh Mashitah dan keluarganya mati terperangkap dalam runtuhan istana tersebut. Takhta dan harta benda semuanya tenggelam dan hilang.
Hamman dan pegawainya diberi balasan setimpal dengan apa yang mereka kerjakan. Manusia yang ingkar memang wajar dimatikan dalam keadaan hina. Dan di akhirat kelak kehinaan yang lebih hebat akan mereka terima dan rasai.
Sebaliknya Mashitah dan keluarganya akan dimuliakan Allah. Walaupun mereka hidup susah, hina dan menderita di dunia, di akhirat kelak mereka akan hidup dalam keadaan bahagia dan gembira.
Ketika berlaku peristiwa Israk dan Mikraj, Rasulullah telah melalui satu makam yang baunya harum bak kasturi. Malaikat Jibrail yang mengiringi Rasulullah telah memberitahu baginda itulah makam Mashitah, seorang penghuni syurga.
Subscribe to:
Posts (Atom)